NUR JANNAH
DUNIA fesyen makin berkembang. Orientasinya kini bukan hanya profit atau mengejar keuntungan. Para desainer itu menciptakan sebuah karya yang menginspirasi. Ada makna dan pesan khusus yang ingin disampaikan kepada masyarakat melalui sebuah busana.

Pemilik Batik Gabovira Gatot Kartiko mengungkapkan pesan yang ingin disampaikan melalui batik yang dirancangnya adalah kekayaan muatan lokal atau daerah. Ciri khas batik Gabovira yaitu mengeksplor keberagaman seni, adat, dan budaya Lampung. “Setiap batik yang saya buat memiliki muatan daerah dan budaya masing-masing,” kata Gatot ditemui, beberapa waktu lalu.
“Setiap batik yang saya buat memiliki muatan daerah dan budaya masing-masing.”
Dia juga ingin mempromosikan budaya Lampung. Gatot mencontohkan batik yang mengangkat kekayaan budaya Pesisir Barat, Mesuji, yang terkenal dengan sungai, sawit, dan lainnya. Kemudian, Lampung Utara dengan celugam kain adat untuk acara-acara pernikahan, kopi di Lampung Barat, dan lain sebagainya.
“Jadi membuat desain tidak asal jadi. Ada pesan yang ingin disampaikan kepada masyarakat. Lampung punya banyak ciri khas,” ujar pria yang merintis karier sejak 2000 itu.
Dalam menciptakan sebuah desain batik, Gatot banyak terinspirasi dari karya di luar Lampung, misalnya motif aksara Lampung yang terinspirasi dari aksara Jawa. Atau motif daerah lain yang dipadu dengan ciri khas Lampung. Gatot termasuk desainer yang menjaga kualitas. Ciri itulah yang membuat Gabovira bisa diterima luas.
Baca Juga : Bahasa Daerah yang kian Ditinggalkan

Sulam Usus
Pemilik Butik Sulam Usus Nabila, Marni, menerangkan setiap karya yang dihasilkan memiliki makna dan pesan yang bernilai. Sulam usus misalnya, kain ini mengangkat keanekaragaman yang khas Lampung.
Jika dahulu sulam usus hanya digunakan sebagai pakaian adat, kini sulam usus disulap menjadi busana yang fleksibel dan bisa dipakai di mana dan kapan saja. “Saya lebih banyak mengangkat budaya dan etnik yang dikemas secara modern. Selain seni, ada ke khasan dalam sebuah busana,” kata dia.
Perempuan, yang mengawali karier sebagai penjahit tradisional itu mengaku tertarik menggeluti dunia fesyen karena ada seni dan ciri khas dari setiap perancang busana. Menurut Marni, sebagai desainer, kendala terbesar dalam kariernya adalah keterbatasan sumber daya manusia (SDM). “Kalau penjiplakan saya tidak masalah. Saya menganggap hasil saya disukai orang lain,” ujar perempuan yang meniti karier sejak 2005 itu.

Sedangkan Sekretaris Dinas Koperasi dan UMKM Agus Nompitu mengungkapkan sebanyak 95 ribu pelaku UMKM di Lampung terdaftar di dinas setempat. Menurutnya, untuk mendorong pertumbuhan UMKM, termasuk desainer lokal, caranya dengan mengikuti pameran expo dari tingkat lokal, nasional, hingga internasional.
“Untuk produk-produk fesyen masuknya UMKM. Dari situ kami melakukan pendekatan, baik secara online maupun offline. Kemudian, dengan mengikutsertakan pameran,” kata Agus di ruang kerjanya, beberapa hari lalu.
Selain itu, pihaknya mendorong bisnis berbasis e-commerce melalui layanan usaha terpadu. Agus menambahkan dengan memfasilitasi untuk mengikuti pameran akan berdampak langsung kepada pelaku usaha, salah satunya mendatangkan para pembeli. (M1)
nur@lampungpost.co.id